Sunday, July 12, 2015

Purnama di Pucuk Cemara

purnama di pucuk cemara, kang mas
awal kita berjumpa
ingat kah?
ramadhan itu, kang mas

alangkah lucunya kala itu
kang mas tunduk, malu-malu
kaku
seraya bertanya
"siapa namamu?"

hari demi hari
jatuh bangun kang mas kemari
hanya demi menyampaikan pintamu padaku
di atas serarik kertas lipat warna nila
dengan bahasa cintamu yang absurd

tahukah kang mas
aku suka kang mas yang begitu
begitu juga kang mas, kan?

purnama di ufuk samudra
dari bahtera lautanmu, kang mas
engkau melambai seraya berkata:
"naiklah!"

kang mas, betapa gembiranya aku
kuhampiri kau di tanjung impianmu
sembari berseru:
"lekas kemari, aku sudah tak sabar lagi!"
namun apa daya
kapalmu karam sebelum berlabuh
O Tuhan, mengapa?

pusara ini, kang mas
hanyalah dinding antara jasadku dan jasadmu
tapi bukan jiwa kita kan?

malam itu
purnama di pucuk cemara

Juli 2015

Di manakah

di manakah senyum kecilmu itu, nduk?
jemari kecilmu kini tak sanggup lagi
menggenggam lebih banyak permen
dari toples-toples besar itu

lihatlah, nduk, teman kecilmu di sana!
senyumnya belum pudar semenjak tadi
meski hanya sebutir permen dariku
tapi ia berbagi rasa senangnya
dengan senyumnya, nduk, dengan tawanya.
dengan ceritanya,
coba lihat dia bercerita
pada ayah ibunya
dan pada semua tamu yang ada di sini.

di manakah senyum kecilmu itu, nduk?
tidakkah kamu ingin berbagi juga?
lihatlah teman-temanmu di sana
hampirilah!
beri mereka sedikit permen
dari yang kaugenggam itu
dan bermainlah bersama mereka, nduk.

di manakah senyum kecilmu itu, nduk?
mengapa kamu masih di sini?
diam berdiri
dengan permen-permenmu yang mau lepas
dari genggamanmu itu

di manakah senyum kecilmu itu, nduk?


Juli 2015

Saturday, July 4, 2015

Malam Delapan Belas

malam itu sunyi senyap
hujan rintik-rintik menghangatkan suasana
membelai lelap insan di alam mimpi
sementara itu
tak seorangpun tahu
seorang anak dengan pucatnya
menggigil kedinginan
mengerang kelaparan
seraya berebut makan dengan kucing

Mei 2012
Kumpulan Sajak Rumah Kardus

Jumat Pagi Pukul Sembilan

gadis kecil di balik pagar besi
baju kumuhnya
sandal japitnya
membuatnya usang tiada arti

di balik pagar itu ia terdiam
memandang iri dua tiga siswa
dengan pakaian merah putihnya
bersenda ria
kejar-kejaran
main ayunan

ingin sekali ia
memanjat pagar
melompat
dan gabung dengan mereka
bercanda ria

tapi tak bisa
ia hanya diam
dan memandangi mereka

di balik pagar itu
ia punya impian
namun cuma impian

Juni 2012
Kumpulan Sajak Rumah Kardus

Pemenang

di balik cakrawala kelabu
sajak peluru mengelok merdu
di tengah deru campur mesiu
sementara rentetan artileri
menjadi hujan kembang api

 darah, muntah
menjadi noktah bersejarah
syahidnya jiwa muda

 di wajahnya
secercah cahaya surga meneranginya
dan kecupan hangat sang bidadari
menagih datangnya kasih

lobang granat di dadanya
takkan menjebol benteng imannya
secuilpun
meski raga tak lagi raga

dalam senyumnya seakan berkata
akulah pemenang

granat ke dua menyapanya
raga tanpa daya itu
kini remuk tiada bentuk
tapi bukan jiwanya

Januari 2013
Kumpulan Sajak Rumah Kardus

Andai ...

jika memang demikian
kenapa tidak?

November 2012
Kumpulan Sajak Rumah Kardus

Sajak di Bawah Sinar Lampu

sejenak hening tiada seru
hembusan angin mengalun lesu
langit tiada membiru
deru deru semua membisu
tiada ini tiada itu
hanya ada aku
dan bayangku di bawah sinar lampu

di ujung sana
gadis manis tiba-tiba
sedang sendiri, nyanyi-nyanyi
iramanya sedih
naaa naa na naaaaa....
begitu lagunya

tatkala ia menolehkan wajahnya
secercah sinar lampu memancar dari wajahnya
secerah lampu
dan berubah menjadi lampu
dan langit-langit kamarku

dalam hati aku tertawa
rupanya tadi mimpi belaka

Februari 2013
Kumpulan Sajak Rumah Kardus

Tempatku di Sana

maaf tuan
biarpun engkau bujuk aku seribu kali
aku masih akan terus berpaling
karna ini bukan tempatku

tidaklah istana ini tuan
dengan permadani lembut, dinding yang kokoh
kaca yang berkilauan bak berlian
makanan-makanan mewah
dari nampan emas para pelayan
dan segala kemewahan apapun itu namanya
bukanlah sesuatu yang berarti

di sanalah tempatku, tuan
gubuk persis di pinggir kali
berdinding gedhek, berlantai tanah
beratap ilalang
dengan nyanyian burung setiap hari
desiran air mengalir jernih
tawa riang si bungsu di bawah pohon
dan buah delima yang masak akhir pekan ini

di sanalah juga
kan kutemukan kebahagiaan
sebuah cinta, sebuah keluarga
istri yang selalu menyempatkan senymnya
dan si bungsu yang merangkul manja

maaf tuan
meski engaku bujuk aku ribuan kali
aku tetap bilang
tempatku di sana

Oktober 2013
Kumpulan Sajak Rumah Kardus

Sajak di Ujung Fajar

masih...
desiran angin lalu
tak juga membelokkan arah kayuh
melabuh
padahal kau lihat di sana
pulau dengan nyiur melambainya
memanggilmu
benar, memang memanggilmu
kau cuma bilang
ah! itu bukan pulauku kang

setiap pagi, di ufuk timur sana
fajar mengintip sambil terkekeh
melihat bocah yang sama
duduk membisu diatas rakit
wajahnya pilu menatap langit
seraya berseru
O.. Tuhan, harus kemana ku melaju

Oktober 2013
Kumpulan Sajak Rumah Kardus